Ekowisata sebagai Upaya Pembangunan Ekonomi


Kegiatan ekowisata mempunyai pengaruh yang besar terhadap lingkungan sekitar. Lingkungan yang dimaksud meliputi faktor sosial, ekonomi dan kebudayaan sebagai satu kesatuan lingkungan wisata. Menurut Hakim (2004), ekowisata merupakan salah satu cara mengintegrasikan kebijakan lingkungan dan ekonomi dalam pembangunan wilayah. Jika dikelola dengan baik, ekowisata dapat menjaga keanekaragaman hayati, menghasilkan dana untuk konservasi lingkungan, menyerap tenaga kerja lokal, meningkatkan pendapatan asli daerah dan mengurangi kemiskinan.

Ekowisata sebagai salah satu kegiatan ekonomi di kawasan alami diharapkan dapat menjadi salah satu pendekatan konservasi yang strategis. Ekowisata diharapkan dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru dan atau mata pencaharian alternatif. Masyarakat sekitar yang hidup dari pemanfaatan sumber daya lingkungan secara berlebihan dan bersifat merusak dapat beralih ke kegiatan ekowisata dan terlibat langsung di dalamnya. Masyarakat lokal dapat menjadi pemandu lokal, penyedia penginapan (home stay), pembuat kerajinan tangan, pengelola kawasan ekowisata, dsb. Kunjungan wisatawan ke kawasan lindung dapat memberikan tambahan pendapatan untuk melakukan kegiatan konservasi dan perbaikan pelayanan terhadap pengunjung. Namun, kegiatan ekowisata tidak bisa menawarkan pekerjaan baru yang glamour dan tidak mampu merekrut semua penduduk yang ada di kawasan lindung (Rahardjo: 21, 2005). Ekowisata dapat dikembangkan untuk mencegah penebangan liar, kebakaran hutan, penanaman tanaman langka, perlindungan hewan liar, sanitasi (Damanik, 2006:84). Ekowisata dapat mendorong perencanaan dan pengelolan lingkungan yang lebih komperehensif (Nugroho, 2004:19).

Sejak tahun 1990, pertumbuhan kegiatan ekowisata mencapai 20%-34% setiap tahun. Ekowisata dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan bagi pembangunan ekonomi secara berkesinambungan. Ekowisata akan memberikan keuntungan besar jika pengelolaannya dilakukan dengan baik. Adanya kegiatan ekowisata akan memberikan dampak positif terhadap perekonomian, seperti: pemasukan devisa; keberagaman dan stabilitas jangka panjang aktivitas ekonomi; distribusi pendapatan dari pembelian barang dan jasa bisa langsung terserap ke masyarakat; kesempatan untuk mendapatkan tambahan keterampilan, pengetahuan dan pekerjaan bagi masyarakat lokal.

Menurut Lindberg dan Hawkins (1995), hal-hal yang berhubungan dengan pembangunan ekonomi di sektor ekowisata antara lain:
1. Biaya pariwisata
Biaya pariwisata berkaitan dengan banyaknya ekowisatawan yang berkunjung, biaya yang dikeluarkan dan tenaga kerja yang akan terserap.

2. Peningkatan ekonomi masyarakat di sekitar daerah tujuan ekowisata
Upaya peningkatan ekonomi masyarakat diperlukan karena (Eagles, Ballatine, dan Fennel (1992), dalam Lindberg, 1995): (1) konservasi suatu daerah ekowisata akan meningkatkan atau menghilangkan pemanfaatan sumberdaya tradisional; (2) dukungan ekowisatawan terhadap kegiatan ekowisata; (3) penduduk setempat mendukung kegiatan tersebut dan berupaya melindungi daerahnya dari upaya perusakan.

3. Peningkatan ekonomi wilayah
Adanya kegiatan wisata di suatu lokasi akan berdampak luas ke wilayah di sekitarnya, baik secara langsung, tidak langsung maupun lanjutan. Lindberg (1995) mengatakan bahwa kontribusi ekowisata terhadap perekonomian wilayah tidak hanya pada seberapa banyak uang yang mengalir ke wilayah tersebut, tetapi juga seberapa banyak orang yang datang dan tinggal di wilayah tersebut yang menghasilkan dampak yang luas (multiplier effects).

4. Permintaan tenaga kerja dari sektor pendukung ekowisata.
Kegiatan ekowisata pada suatu daerah dapat menjadi sumber pendapatan yang memberikan manfaat bagi sektor publik lain dan menggantikan aktivitas perekonomian lain yang cenderung tidak ramah terhadap lingkungan. Pengaruh pariwisata terhadap pembangunan sosial budaya dapat diketahui ketika kegiatan pariwisata membawa perubahan lokal. Menurut Fox (1977), dalam Page dan Dowling (2002:170), dampak sosial dan budaya dalam pariwisata yaitu perubahan sistem nilai, sikap individu, hubungan kekeluargaan, gaya hidup kolektif, tingkat kenyamanan, sikap moral, sifat kreatif, upacara tradisional dan sikap berorganisasi masyarakat. Sebelum kegiatan ekowisata dikembangkan, diperlukan analisa kemungkinan dampak sosial budaya yang dihasilkan untuk menghindari dampak negatif dari interaksi antara pengunjung dan masyarakat sekitar. Kesiapan penduduk setempat dapat menjadi dasar kebijakan perencanaan pengembangan pariwisata.

DAFTAR PUSTAKA
Damanik, Janianto dan Helmut F. Weber. 2006. Perencanaan Ekowisata: Dari Teori ke Aplikasi. Yogyakarta: Penerbit Andi
Hakim, Lukman. 2004. Dasar-dasar Ekowisata. Malang: Bayumedia
Lindberg, Kreg and Donald E. Hawkins. 1995. Ekoturisme: Petunjuk untuk Perencana dan Pengelola. The Ecotourism Society
Page, J. Stephen and K.R. Dowling. 2002. Ecotourism. London: Prentice-Hall.
Rahardjo, Budi. 2005. Ekoturisme Berbasis Masyarakat dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Bogor: Penerbit Pustaka Latin

Tentang nudwi

berpikir optimis secara realistis
Pos ini dipublikasikan di Planologi dan tag , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar